GENGGONG YANG TERLUPAKAN..
Di
daerah Riau, terdapat berbagai bentuk Alat musik tradisi, seperti alat musik gambus, marwas, bebano. Alat-alat musik tersebut biasanya difungsikan untuk
acara keramaian rakyat sebagai alat musik hiburan hingga pengiring pertunjukan.
Selain alat-alat musik tersebut, dijumpai pula berbagai alat musik tradisional
lainnya, seperti gendang panjang, rebab,
rebana,kompang, gondang katobung,
gendang gedombak, nafiri,sunai, tetawak
(gong), dan Genggong. Dari sekian banyak alat musik yang dijumpai di Riau, terdapat
salah satu alat musik yang nyaris langka baik dari sisi
jumlahnya hingga jumlah orang atau seniman yang mampu memainkannya bahkan
banyak diantara masyarakat pada umumnya hingga generasi muda khususnya tidak
mengenal instrumen ini. Alat musik tersebut bernama Genggong
Genggong merupakan sebuah alat musik tradisional berbentuk tipis dan
kecil, memililki beberapa jenis dan dimainkan dengan beragam cara, ada yang
dipetik, ditarik dan dipukul. Genggong terbuat dari pelepah pohon enau yang di
ambil kulit luarnya yang keras. Ada juga yang terbuat dari tembaga dan besi. Genggong diklarifikasikan sebagai
golongan Idiofon karena sumber bunyi
berasal dari batang tubuh alat musik itu sendiri. Genggong menggunakan rongga mulut
sebagai resonator (rongga suara)
untuk dapat menghasilkan suara berupa
dengungan yang khas. Genggong
juga sudah dikenal di penjuru dunia
dengan nama yang bermacam, seperti di luar negeri, alat musik ini lebih dikenal
dengan nama Jews Harp, di Jawa dan
Sunda alat musik ini dikenal dengan nama Karinding,
di Bali dan Jambi juga mempunyai alat musik ini dan menggunakan nama yang sama
dengan yang ada di riau yaitu Genggong.
Genggong sudah ada di Riau sejak ratusan tahun yang lalu tepatnya di
daerah Kampar sekitarnya, saking
larisnya, dulu Genggong diperjual belikan dipasar-pasar tradisional Kampar hingga
kedai kumango (kedai serba ada) di
daerah tersebut. Jika ditanya dari mana asal mula genggong berada, orang tua-tua menjawab bahwa genggong ini sudah ada di
Kampar dari zaman datuk dari datuk mereka, “karena barang ini lahir, bukanlah
barang datang”. Pernyataan ini merupakan
defenisi kuat bahwa genggong sudah berada sangat lama di riau yang khususnya
terletak di kabupaten kampar. Nama Genggong
berasal dari kata Gweng-gwong yang merupakan
bunyi khas yang dihasilkan oleh alat musik itu sendiri. Genggong dulunya difungsikan oleh
masyarakat sebagai alat permainan yang rata-rata dimainkan oleh kaum muda-mudi,
karena konon dulunya jika hendak menyampaikan perasaan atau menggoda lawan
jenis dapat disampaikan dengan alat musik ini. Dimainkan dibawah rumah atau di samping
jendela kamar sang pujaan hati sambil melontarkan syair dan pantun yang merdu
dan menggoda, sehingga Semakin mahir memainkannya semakin kuatlah daya tarik
atau pesona dari orang yang memainkannya.
Tren genggong pada zaman dahulu berbeda jauh
dengan sekarang, karena hanya sedikit dari muda-mudi yang mengenal alat musik
ini, ada juga sebagian orang yang mengenal, akan tetapi mereka cendrung
menyangka bahwa genggong berasal bukanlah dari Riau melainkan dari luar daerah
seperti jawa dan bali. Mereka bisa saja berkata demikian Karena seniman di jawa
maupun bali sudah mampu memulai menghidupkan kembali trend genggong di
masyarakat seperti yang berada di daerah bandung sekitarnya. Mereka sudah
memproduksi bahkan membuat komunitas
atau kelompok musik genggong ini dan
mereka sudah menampilkan karya-karya mereka di tengah masyarakat dan ada juga
sebagian dari komunitas mereka telah muncul di siaran televisi swasta.
Ada juga
sebagian seniman musik atau musisi muda di Riau yang telah membuat karya dengan menggunakan instrument ini
Seperti Zalfandri Zainal alias matrock misalnya, beliau mengapresiasikan alat
musik ini dalam bentuk sebuah garapan musik pengiring tari Seligi Tajam
Bertimbal karya SPN. Iwan Irawan Permadi yang dipentaskan di gedung Idrus
Tintin pada tahun 2009 lalu. Dan ada juga seorang musisi muda bernama Anggara
Satrya, dia juga telah mengapresiasikan alat musik ini kedalam karyanya ketika
menggarap musik tari masal di kabupaten Siak tahun 2008 silam. Akan tetapi itu
hanya sebagian, diperlukan banyak lagi musisi-musisi yang tahu akan genggong guna menghidupkan kembali
kesenian tradisi yang hampir punah ini.
Untung saja masih ada orang-orang yang peduli dengan
keberadaan alat musik ini, seperti Salman Aziz misalnya, Beliau adalah Tokoh
seniman Kampar yang sampai sekarang memproduksi alat musik ini. Beliau membuat
alat musik ini bersama salah seorang gurunya yang bernama Datuk Senaro, Guru beliau adalah seorang kepala suku atau
ninik mamak di Kabupaten Kampar. Beliau tinggal di desa tanjung
Kecamatan Bangkinang seberang. Dengan masih adanya pengrajin
dan seniman yang mampu memproduksi alat musik ini, masih ada sedikit harapan untuk
mempertahankan agar alat musik ini tidak punah dalam waktu mendatang.
Kenyataan nya sekarang ini genggong sudah hampir tidak dimainkan lagi oleh kaum muda-mudi,
karena fakor zaman yang sudah maju dan mereka cendrung mengesampingkan hal-hal
yang berbau tradisi, kebanyakan muda-mudi sekarang cendrung terpesona dengan
zaman serba canggih sehingga hampir melupakan tradisi yang ada di tanah mereka
sendiri, dan ada juga faktor lain yang membuat genggong ini jarang dimainkan oleh kaum muda-mudi, mungkin bisa
saja fungsi dari genggong itu sendiri
yang dianggap tabu oleh masyarakat, dikarenakan genggong dulunya digunakan
untuk hal-hal yang berhubungan dengan percintaan, merayu , dan sebagainya. Akan
tetapi hal-hal seperti ini bisa saja di alihkan ke suatu yang lebih positif,
contohnya dengan dengan mengalih
fungsikan genggong sebagai suatu
media seni pertunjukan. Akan tetapi hal ini tidak terlepas dari dukungan
Pemerintah dan para seniman Riau khususnya.
Jika kita tidak menyadari kenyataan
ini, dimungkinkan suatu ketika kesenian tradisi genggong khususnya akan luput dari pandangan masyarakat bahkan bisa
hilang sama sekali.
.
Mantap bung
BalasHapusterimakasih
Hapus